"Kenapa nggak jadi sama dia? Padahal udah lama begini.... aku sama dia udah gini.... gitu..... sampai sini... sampai situ.... tinggal ini..... tinggal itu..... Tapi kenapa?"
Barangkali kamu pernah berpikir seperti itu, menunduk tertegun, menutup mata, mendongak dan mengambil napas, menatap langit-langit dengan tatapan nanar. Masih terbuai dengan ingatan dan kejadian di tahun-tahun lalu antara kamu dengan dia, mengingat bagaimana usahanya juga usahamu, mengenang masa baikan-berantemmu dengan dia. Kamu yang mengabaikan banyak orang demi mempertahankan dia, kamu yang bekerja keras demi dia, kamu yang berjuang agar sepadan, selaras, beriringan dengannya. Memperbanyak ibadah supaya hatimu tenang dan mantap dengan pilihanmu, kamu yang selalu berusaha supaya ia menjadikanmu nomor satu dalam hidupnya. Hingga pada akhirnya takdir tidak merestuimu.
Selama ini kamu merasa, semuanya sudah dilakukan atas dasar cinta pada Tuhanmu, dan tanpa sadar yang kamu harapkan hanyalah cinta dan pengakuan manusia. Beruntunglah ketika Allah menghancurkanmu, supaya kamu sadar bahwa tiada seorangpun yang paling pantas diperjuangkan kecuali Ia.
Hari-harimu terus berbayang penyesalan. Kamu akan sedih, jatuh, terpuruk, menangis, tersenyum, tertawa, pura-pura kuat, bahkan kamu berkali-kali menjauh-mendekat dengan Yang Kuasa, kamu bahkan hampir tidak mengenali dirimu sendiri. Hingga kamu sampai di sebuah titik, yaitu dimana kamu akan bersyukur tidak berjodoh dengannya.
Terimakasih untuk kamu, yang selalu berusaha berbaiksangka atas kejadian yang menimpamu, yang selalu berusaha lapang dengan luka dan penyesalanmu. Adalah iman, ketika ia meranggas kamu masih berupaya menggapainya meski harus terseok-seok, meski sembari menangis hingga tertawa, meski sembari menyerapahi dan membela diri. Terimakasih, karena kamu masih percaya bahwa iman akan menuntunmu kepada Yang Maha Kuasa.
Barangkali inilah hikmah ketika Allah menetapkan batasan dan syariat pada manusia untuk tidak bermudah-mudahan dengan lawan jenis, untuk saling menjaga dengan yang bukan mahromnya. Untuk apa? Supaya tidak ada kenangan semu, supaya hati menunduk terjaga, dan tidak mudah jatuh cinta; yang ternyata bisa membuat mereka berbunga-bunga hingga terjerat nestapa.
Patah hati tidak terdengar buruk, kalau kita mau ambil sisi positifnya. Benar begitu, bukan?
Pena Imaji
Barangkali kamu pernah berpikir seperti itu, menunduk tertegun, menutup mata, mendongak dan mengambil napas, menatap langit-langit dengan tatapan nanar. Masih terbuai dengan ingatan dan kejadian di tahun-tahun lalu antara kamu dengan dia, mengingat bagaimana usahanya juga usahamu, mengenang masa baikan-berantemmu dengan dia. Kamu yang mengabaikan banyak orang demi mempertahankan dia, kamu yang bekerja keras demi dia, kamu yang berjuang agar sepadan, selaras, beriringan dengannya. Memperbanyak ibadah supaya hatimu tenang dan mantap dengan pilihanmu, kamu yang selalu berusaha supaya ia menjadikanmu nomor satu dalam hidupnya. Hingga pada akhirnya takdir tidak merestuimu.
Selama ini kamu merasa, semuanya sudah dilakukan atas dasar cinta pada Tuhanmu, dan tanpa sadar yang kamu harapkan hanyalah cinta dan pengakuan manusia. Beruntunglah ketika Allah menghancurkanmu, supaya kamu sadar bahwa tiada seorangpun yang paling pantas diperjuangkan kecuali Ia.
Hari-harimu terus berbayang penyesalan. Kamu akan sedih, jatuh, terpuruk, menangis, tersenyum, tertawa, pura-pura kuat, bahkan kamu berkali-kali menjauh-mendekat dengan Yang Kuasa, kamu bahkan hampir tidak mengenali dirimu sendiri. Hingga kamu sampai di sebuah titik, yaitu dimana kamu akan bersyukur tidak berjodoh dengannya.
Terimakasih untuk kamu, yang selalu berusaha berbaiksangka atas kejadian yang menimpamu, yang selalu berusaha lapang dengan luka dan penyesalanmu. Adalah iman, ketika ia meranggas kamu masih berupaya menggapainya meski harus terseok-seok, meski sembari menangis hingga tertawa, meski sembari menyerapahi dan membela diri. Terimakasih, karena kamu masih percaya bahwa iman akan menuntunmu kepada Yang Maha Kuasa.
Barangkali inilah hikmah ketika Allah menetapkan batasan dan syariat pada manusia untuk tidak bermudah-mudahan dengan lawan jenis, untuk saling menjaga dengan yang bukan mahromnya. Untuk apa? Supaya tidak ada kenangan semu, supaya hati menunduk terjaga, dan tidak mudah jatuh cinta; yang ternyata bisa membuat mereka berbunga-bunga hingga terjerat nestapa.
Patah hati tidak terdengar buruk, kalau kita mau ambil sisi positifnya. Benar begitu, bukan?
Pena Imaji
Komentar
Posting Komentar